Sebuah Cita-Cita Itu…
Banyak orang yang meremehkan cita-cita. Banyak yang membiarkan hidup mengalir tanpa harus punya target yang harus dicapai. Mereka menganggap cita-cita tak begitu ada gunanya. Mungkin banyak yang setuju dengan itu, tapi tidak bagi Peace. Cita-cita dan impian adalah sebuah syarat bagi kita untuk berkembang. Tanpa cita-cita berarti mematikan potensi kita sebagai makhluk yang sempurna.
Begitu juga dengan Majalah Peace. Majalah ini hidup karena mempunyai tujuan dan impian. Lalu apa aja sih impian Majalah Peace? Berikut ini sebagian (dari sekian banyak) cerita tentang pemikiran dan konsep yang mendasari hidupnya Majalah Peace.
Negara kita ini sedang mengalami masa ketidakpastian. Banyak hal yang sebenarnya ditunggu saat reformasi 9 tahun lalu, sampai kini tak ada tanda-tanda perubahan yang berarti. Perekonomian masyarakat ya seperti ini aja, nggak maju-maju. Yang kaya makin kaya sedangkan yang miskin tetep aja miskin. Korupsi semakin ngetren. Pendidikan untuk masyarakat miskin belum terlihat. Kesehatan masih menjadi banyak kendala di masyarakat. Apa yang bisa kita perbuat untuk mempercepat perubahan itu? Atau kita hanya diam dan menunggu? Tapi sampai kapan?
Karena keadaan yang serba nggak pasti ini kehidupan masyarakat cenderung tak berarah. Pendidikan yang di manapun menjadi sesuatu yang sangat penting, di Indonesia menjadi sesuatu yang bisa dikesampingkan. Hal ini juga berlaku di Mojokerto.
Nah, kalo kita nunggu perubahan dari Jakarta (maksudnya pemerintah pusat), rasanya bakal sangat lama. Lebih baik kita mulai dari Mojokerto aja.
Pelajar, sebagai pemegang kendali di masa depan adalah generasi yang perlu diselamatkan dari serba ketidakpastian yang mungkin sudah menjangkiti orangtuanya. Seringkali orangtua menyuruh anaknya untuk berhenti sekolah padahal di sisi lain mereka bisa membeli barang-barang keperluan rumah tangga yang termasuk “tidak mendesak”.
Ini yang harus kita stop. Kamu harus berjuang untuk tetap bersekolah apapun yang terjadi, bahkan ketika ada perintah dari orangtua untuk berhenti sekolah. Dengan cara yang sopan kamu harus bisa nyadarin ortu agar utamain pendidikan buat kamu. Mereka harus ingat bahwa kamu akan hidup di masa depan yang akan sangat berbeda dengan sekarang. Mereka harus ingat bahwa kamu akan hidup di masa depan yang jauh lebih keras dari jaman sekarang.
Nah, setelah sadar akan pentingnya sekolah, gantungkan cita-cita kamu setinggi mungkin. Kalo pada akhirnya nanti kita nggak mencapai target tertinggi minimal kita bisa mendapat hasil yang sudah lumayan tinggi.
Ini dia harapan Majalah Peace kepada kamu pelajar Mojokerto:
SD - SMP - SMA = Di Mojokerto
Kuliah S1 = Di Perguruan Tinggi Negeri yang terkemuka
Kuliah S2 = Dapat beasiswa di luar negeri
Kuliah S3 = Dapat beasiswa di luar negeri
Post Doctoral = Beasiswa juga di luar negeri
Kerja = Kerja selama 3-4 tahun di perusahaan luar negeri
Pulang = Pulang ke Mojokerto lagi untuk bangun Mojokerto
Salin ke dalam buku kamu impian di atas. Pastiin kamu mempunyai harapan ke sana. Apapun disiplin ilmu yang kamu ambil, pastikan langkah-langkah di atas bisa kamu capai. Ingat, hanya kita sendiri yang bisa merubah nasib kita. Dan jangan menyerah pada nasib kita.
Sebagai usaha untuk mewujudkan itu semua, persiapin dari sekarang. Belajar yang rajin. Bolehlah kita aktif di segala macam kegiatan, tapi pelajaran di sekolah tetap menjadi yang utama. Bilang ke ortu agar menabung untuk persiapan kamu kuliah S1. Perlu tahu aja bahwa fase terberat (dari sisi biaya dan kemauan) adalah saat kita masuk kuliah S1 karena hal ini sangat dipengaruhi keputusan ortu.
Jika kamu bisa melalui fase sulit itu, maka semua akan tergantung kamu sendiri. Kamu rajin dan bernilai bagus maka biaya kuliah sampai S3 pun nggak akan jadi masalah. Semua bisa gratis, bo’.
Ingat kan soal Kak Ciptanti yang kuliah S2 di Belanda dan S3 di Swedia. Semua gratis karena Kak Ciptanti mendapat beasiswa. Bahkan rencananya Kak Ciptanti bakal di Swedia sampai program Post-Doctoralnya selesai. Hebat banget kan…?
Kak Kunta yang selama ini sempat menjadi srtaf pengajar di UGM setelah lulus S1, rencananya akan berangkat ke Tokyo bulan depan. Beasiswa S2 sudah di tangan. Meski tak selancar Kak Ciptanti yang sekarang sudah ambil S3 namun Kak Kunta tetap mengejar impiannya untuk bisa melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Sebagai informasi Kak Ciptanti dan Kak Kunta adalah teman sebaya. Mereka sama-sama lulus SMA di tahun 1997.
Sepuluh tahun setelah kelulusan dari SMA ada yang baru ambil S2 ada yang sudah mau kelar S3-nya. Keduanya sama-sama berhasilnya. Selain jadi pengajar di UGM Kak Kunta selama ini banyak bekerja dengan lembaga internasional di Jogja. Ini yang membuat bahasa Inggris Kak Kunta udah cas-cis-cus. So, meski nggak langsung ambil S2 ketika lulus S1, kita masih bisa meningkatkan skill kita. Di mana ada kemauan, di situ PASTI ada jalan. *(HM18)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment